English Indonesian

Pentingnya Peran Orang Tua sebagai Guru Pertama Anak

Setiap anak adalah pembelajar yang luar biasa. Sejak hari pertama kehidupannya, ia mulai menyerap berbagai informasi dari lingkungan sekitar. Dalam proses pembelajaran itu, orang tua memegang peran yang sangat krusial. Mereka bukan hanya sebagai pengasuh atau pelindung, tapi juga sebagai guru pertama yang membentuk karakter, nilai-nilai, dan kebiasaan anak. Segala sesuatu yang anak lihat, dengar, dan alami di rumah akan membentuk pola pikir dan sikapnya dalam menghadapi dunia luar—termasuk ketika ia berada di sekolah.

Satu hal yang sering kali menjadi tantangan bagi guru dan pihak sekolah adalah perilaku anak yang tidak sesuai harapan, seperti kebiasaan membantah, berbicara dengan nada tidak sopan, atau tidak mematuhi aturan. Ketika perilaku ini muncul di lingkungan sekolah, sering kali akar permasalahannya bisa ditelusuri kembali ke rumah: bagaimana pola asuh orang tua, bagaimana komunikasi dibangun, dan bagaimana aturan diterapkan di rumah.

Anak yang terbiasa membantah orang tuanya di rumah, besar kemungkinan akan melakukan hal serupa kepada guru atau orang dewasa lain di luar rumah. Ini bukan semata-mata karena anak “nakal” atau “tidak tahu sopan santun,” tetapi karena ia belum belajar bagaimana menempatkan dirinya secara tepat dalam interaksi sosial. Di rumah, ia mungkin melihat bahwa membantah adalah hal yang wajar, atau bahkan tidak pernah mendapatkan konsekuensi berarti ketika melakukan itu. Maka tak heran jika pola yang sama terbawa saat anak berada di sekolah.

Kebiasaan membantah tidak muncul begitu saja. Mungkin orang tua secara tidak sadar mengabaikan batasan saat anak berbicara dengan nada keras, mengelak ketika diminta melakukan sesuatu, atau terlalu sering mendebat tanpa tujuan yang jelas. Jika perilaku ini dibiarkan terus-menerus, anak akan menganggap bahwa bersikap seperti itu tidak bermasalah, bahkan bisa jadi dianggap sebagai cara yang sah untuk menyampaikan pendapat.

Nada bicara anak saat berinteraksi juga mencerminkan bagaimana hubungan mereka dengan orang tua dibentuk. Anak yang terbiasa berbicara dengan nada tinggi, kasar, atau ketus kepada orang tuanya akan cenderung membawa kebiasaan tersebut dalam percakapan dengan orang lain, termasuk guru dan teman-temannya. Sekali lagi, ini bukan karena anak sengaja ingin bersikap buruk, melainkan karena ia belum dibiasakan berkomunikasi dengan cara yang sopan dan penuh rasa hormat.

Di rumah, cara orang tua berkomunikasi juga menjadi teladan utama bagi anak. Jika orang tua sering menggunakan nada tinggi, membentak, atau tidak menghargai pendapat anak, maka anak pun akan meniru gaya komunikasi tersebut. Ia akan tumbuh tanpa memahami pentingnya empati, intonasi yang ramah, dan kata-kata yang membangun. Saat masuk sekolah, anak akan kesulitan menyesuaikan diri dengan norma komunikasi yang menuntut kesopanan dan saling menghargai.

Aturan adalah bagian penting dalam pembentukan karakter anak. Di rumah, aturan dibuat untuk membentuk kedisiplinan, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap orang lain. Namun, aturan tanpa konsekuensi hanya akan menjadi hiasan semata. Jika anak terbiasa melanggar aturan di rumah tanpa ada akibat yang jelas, maka ia tidak akan memiliki pemahaman tentang pentingnya mematuhi peraturan. Ini akan berdampak saat ia berada di sekolah, di mana sistem dan tata tertib lebih ketat dan berlaku untuk semua murid.

Misalnya, anak yang terbiasa tidak diberi konsekuensi ketika tidur larut malam mungkin akan kesulitan bangun pagi dan datang tepat waktu ke sekolah. Anak yang dibiarkan bermain gawai tanpa batasan mungkin akan kesulitan fokus dalam belajar. Semua itu bermula dari pengabaian atas aturan-aturan kecil di rumah. Ketika anak tidak dilatih disiplin sejak dini, ia akan mengalami kesulitan besar dalam menyesuaikan diri dengan struktur sekolah yang lebih tertib.

Banyak orang tua berharap bahwa sekolah bisa “memperbaiki” perilaku anak yang dirasa belum baik. Namun, kenyataannya, sekolah bukanlah tempat pertama anak belajar. Anak datang ke sekolah membawa “pondasi” yang telah dibentuk di rumah. Tugas guru bukan membentuk pondasi dari awal, melainkan melanjutkan, memperkuat, dan mengembangkan nilai-nilai yang sudah ditanamkan oleh orang tua.

Guru bisa mengajarkan tentang pentingnya sopan santun, disiplin, dan tanggung jawab, tapi jika nilai-nilai tersebut tidak diperkuat di rumah, maka pembelajaran di sekolah akan menjadi tidak maksimal. Anak membutuhkan konsistensi antara rumah dan sekolah. Jika aturan di rumah longgar sementara di sekolah ketat, anak akan merasa bingung dan mungkin menolak untuk menyesuaikan diri. Sebaliknya, jika nilai dan disiplin yang sama diterapkan baik di rumah maupun di sekolah, maka anak akan tumbuh dalam lingkungan yang stabil dan mendukung pembentukan karakternya.

Untuk menciptakan lingkungan belajar yang sehat, kolaborasi antara orang tua dan sekolah sangat penting. Orang tua perlu menyadari bahwa mereka adalah pendidik utama dan pertama dalam kehidupan anak. Apapun yang dibentuk di rumah akan menjadi dasar dari segala proses belajar anak, baik dalam aspek akademik maupun sosial.

Komunikasi yang terbuka antara guru dan orang tua akan sangat membantu dalam memahami kebutuhan dan tantangan anak. Ketika guru menyampaikan kekhawatiran tentang perilaku anak di sekolah, alangkah baiknya jika orang tua tidak langsung bersikap defensif. Sebaliknya, jadikan itu sebagai kesempatan untuk mengevaluasi pola asuh di rumah dan mencari solusi bersama demi kebaikan anak.

Orang tua juga perlu meluangkan waktu untuk benar-benar hadir dalam kehidupan anak—bukan hanya secara fisik, tapi juga emosional. Ajarkan anak tentang nilai sopan santun, tanggung jawab, dan empati bukan hanya melalui kata-kata, tapi lewat contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari. Tunjukkan pada anak bagaimana bersikap hormat dalam berbicara, bagaimana bertanggung jawab terhadap tugas, dan bagaimana menerima konsekuensi dari tindakan yang dilakukan.

 

Anak-anak bukan hanya belajar dari buku, tetapi dari setiap pengalaman yang mereka alami. Rumah adalah sekolah pertama, dan orang tua adalah guru pertama mereka. Apa yang anak lihat, dengar, dan rasakan di rumah akan membentuk siapa mereka di masa depan. Jika di rumah mereka terbiasa dengan komunikasi yang sehat, disiplin yang konsisten, dan kasih sayang yang tulus, maka mereka akan membawa nilai-nilai itu ke mana pun mereka pergi—termasuk ke sekolah.

Jangan menunggu anak bermasalah di sekolah baru mulai memperbaiki pola asuh. Bangun pondasi yang kuat sejak dini. Karena saat orang tua dan sekolah berjalan seiring, anak akan memiliki pijakan yang kokoh untuk tumbuh menjadi pribadi yang bijaksana, sopan, dan bertanggung jawab.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *