Dalam dunia pendidikan, kita seringkali membicarakan anak-anak berbakat dan anak-anak dengan kebutuhan khusus sebagai dua kelompok yang berbeda. Namun, ada sekelompok siswa yang berada di tengah-tengah spektrum ini—siswa yang dikenal sebagai twice-exceptional atau disingkat 2e. Mereka adalah siswa yang memiliki kemampuan intelektual tinggi sekaligus mengalami tantangan neurologis atau perkembangan, seperti ADHD, autisme, disleksia, atau gangguan lainnya. Meskipun istilah 2e belum banyak dikenal secara luas di Indonesia, sangat mungkin bahwa siswa dengan profil seperti ini ada dan belajar di sekolah-sekolah kita.
Siswa 2e adalah anak-anak yang secara kognitif tergolong berbakat atau jenius, namun juga memiliki hambatan dalam perkembangan atau belajar yang masuk dalam spektrum neurodivergen. Contohnya, seorang siswa mungkin memiliki IQ di atas rata-rata, namun juga mengalami disleksia yang membuatnya kesulitan membaca. Atau, seorang siswa dengan pemikiran logika yang tajam bisa saja mengalami autisme yang membuatnya sulit bersosialisasi dan mengelola emosi.
Kombinasi inilah yang seringkali membuat siswa 2e kurang dikenali. Keberbakatannya bisa menutupi tantangan yang mereka alami, atau sebaliknya, tantangan tersebut bisa menyamarkan potensi besar yang mereka miliki. Akibatnya, banyak dari mereka tidak mendapatkan dukungan yang tepat, merasa frustrasi, terisolasi, bahkan gagal berkembang di lingkungan sekolah.
Walaupun istilah “twice-exceptional” belum banyak digunakan dalam sistem pendidikan Indonesia, keberadaan siswa dengan ciri-ciri serupa sangat mungkin ada. Banyak guru dan orang tua mengenali anak-anak yang cerdas, tetapi seringkali “bermasalah” di kelas, sulit fokus, atau tampak tidak termotivasi. Ini bisa jadi adalah indikasi bahwa mereka memiliki karakteristik 2e.
Namun, karena kurangnya kesadaran tentang konsep ini, siswa-siswa tersebut lebih sering dipandang sebagai anak malas, pembangkang, atau mengalami gangguan perilaku. Tanpa pemahaman yang benar, intervensi yang diberikan pun bisa tidak tepat sasaran.
Mengapa Mereka Membutuhkan Pendekatan Khusus Karena sifat unik dari siswa 2e—mereka memiliki kekuatan dan kelemahan yang ekstrem dalam waktu bersamaan—mereka memerlukan pendekatan pendidikan yang sangat individual dan sensitif terhadap kebutuhan mereka. Pendekatan yang hanya fokus pada bakat akan mengabaikan tantangan mereka, sementara pendekatan yang hanya fokus pada kelemahan akan gagal mengembangkan potensi mereka.
Berdasarkan artikel dari ADDitude Magazine yang ditulis oleh Dr. Michael Postma, berikut adalah beberapa strategi pedagogis yang terbukti efektif untuk mendukung perkembangan siswa 2e:
1. Berikan Pilihan Kepada Siswa
Siswa 2e sering kali kesulitan untuk fokus jika materi pelajaran tidak menarik bagi mereka. Dengan memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih topik yang mereka sukai atau metode pembelajaran yang sesuai dengan minat mereka, motivasi dan keterlibatan mereka akan meningkat. Pilihan ini memberi mereka rasa kendali dan relevansi atas pembelajaran yang mereka lakukan.
2. Gunakan Rasio Pujian 4:1 terhadap Koreksi
Banyak siswa 2e lebih sering menerima koreksi daripada pujian karena perilaku mereka yang mungkin tidak sesuai norma kelas. Padahal, mereka sangat membutuhkan pengakuan atas usaha dan pencapaian mereka. Memberikan empat kali lebih banyak pujian daripada koreksi terbukti dapat membangun kepercayaan diri, memperbaiki hubungan dengan guru, dan mendorong sikap positif terhadap belajar.

3. Sediakan Waktu untuk Bergerak
Anak-anak 2e seringkali kelebihan rangsangan sensorik dan memiliki tingkat energi yang tinggi. Memberi mereka waktu untuk bergerak selama hari sekolah—seperti istirahat aktif, senam singkat, atau bahkan tugas yang mengharuskan berdiri dan berjalan—membantu mereka mengatur emosi, meningkatkan fokus, dan mengurangi stres.
4. Lakukan Pembelajaran Berdiferensiasi
Karena kemampuan siswa 2e bisa sangat berbeda dalam bidang tertentu, penting untuk menyesuaikan metode, konten, dan penilaian sesuai kebutuhan mereka. Misalnya, seorang siswa yang sangat baik dalam matematika tetapi kesulitan menulis bisa diberikan tugas lisan atau berbasis visual. Pembelajaran yang fleksibel memungkinkan mereka belajar secara optimal dari kekuatan mereka dan secara bertahap mengembangkan area kelemahan.
5. Ajarkan Keterampilan Sosial-Emosional secara Eksplisit
Siswa 2e kerap mengalami tantangan dalam mengatur emosi, memahami norma sosial, atau berinteraksi dengan teman sebaya. Oleh karena itu, pengajaran SEL (Social and Emotional Learning) secara eksplisit sangat diperlukan. Ini termasuk mengajarkan cara mengenali emosi, menyelesaikan konflik, menunjukkan empati, dan membangun hubungan positif.
6. Bangun Ketekunan
Karena sering menghadapi kegagalan atau kesalahpahaman, siswa 2e mudah menyerah atau enggan mencoba hal baru. Guru dan orang tua perlu membantu mereka membangun growth mindset—yaitu keyakinan bahwa kegagalan adalah bagian dari proses belajar, dan usaha terus-menerus akan membawa hasil. Memberikan mereka tugas yang menantang tapi masih bisa dicapai serta dukungan emosional akan membantu mereka mengembangkan daya tahan dalam belajar.
Ketika siswa 2e didukung dengan pendekatan yang tepat, hasilnya sangat luar biasa. Mereka bisa menjadi pemikir kreatif, pemecah masalah yang handal, dan pemimpin di bidangnya. Sebaliknya, jika tidak dikenali atau dipahami, potensi besar mereka bisa hilang dalam sistem pendidikan yang tidak fleksibel.
Banyak negara maju seperti Amerika Serikat mulai mengembangkan program khusus untuk siswa 2e, baik di sekolah umum maupun di lembaga pendidikan alternatif. Di Indonesia, ini menjadi peluang besar untuk mulai mengembangkan kebijakan pendidikan inklusif yang benar-benar memperhitungkan keragaman kebutuhan siswa.
Pendidikan yang adil bukanlah memberikan perlakuan yang sama kepada semua siswa, tetapi memberikan dukungan yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Siswa 2e adalah contoh nyata bahwa setiap anak belajar dengan cara yang berbeda dan memiliki keunikan yang patut dihargai. Sudah saatnya kita sebagai pendidik, orang tua, dan pembuat kebijakan mulai mengenali dan merancang sistem yang mampu mengangkat potensi seluruh anak—termasuk mereka yang luar biasa dalam lebih dari satu cara.
Leave a Reply